MAKALAH PLATYHELMINTHES
MAKALAH
PLATYHELMINTHES (CACING PIPIH)
OLEH
:
SILFA
KADJENGKA (1501412045)
DELIMA
(1501412044)
KELAS
4.D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
Puji dan syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah kami ini yang mana dalam pembahasannya
mengenai phyllum Platyhelmithes.
Dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang pengertian Platyhelminthes, ciri-ciri platyhelminthes,
pengklasifikasian platyhelminthes, habitat, morfologi, daur hidup, fisiologi
dan dampak atau peran platyhelminthes bagi kehidupan manusia.
Kami menyadari makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah kami kedepannya. Semoga makalah kami ini bermanfaat bagi
kita yang membacanya.
Palopo, 18 April 2017
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
B.
RUMUSAN MASALAH
C.
TUJUAN PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
platyhelminthes
2.
Ciri-ciri
umum platyhelminthes
a) struktur
tubuh (morfologi) platyhelminthes
b) sistem
organ (fisiologi) platyhelminthes
3. habitat atau tempat hidup platyhelminthes
4. cara berkembang biak platyhelminthes
5.
Klasifikasi
platyhelminthes
a) kelas
turbellaria ( cacing berbulu getar)
b) kelas
trematoda (cacing isap)
c) kelas
cestoda (cacing pita)
6.
Perbandingan
antarkelas pletyhelminthes
7.
Dampak
atau manfaat platyhelminthes bagi kehidupan manusia
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Istilah cacing sering digunakan untuk pengertian hewan kecil, bertubuh
memanjang dan tidak mempunyai kaki. Dulupun, para ahli hewan menganggap bahwa
semua cacing memiliki persamaan-persamaan yang khas sehingga mereka
menggolongkonnya kedalam satu phyllum yaitu vermes.
Kata “vermes” berasal dari bahasa latin yang artinya cacing yang memiliki
tubuh simetris bilateral. Namun, sekarang para ahli sepakat bahwa cacing tidak
dapat digolongkan dalam satu phyllum melaikan ada tiga phyllum yaitu
Platyhelminthes, Nematelminthes dan Annelida.
Platyhelminthes merupakan cacing yang paling sederhana.
Platyhelminthes memiliki tubuh padat, lunak dan epidemis bersilia. Sejumlah
besar hewan ini berbentuk hampir menyerupai pita.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang dimaksud Platyhelminthes?
2. Bagaimana
ciri-ciri umum Platyhelminthes?
3. Dimana
habitat dari platyhelminthes?
4. Bagaimana
cara perkembangbiakkan / daur hidup paltyhelminthes?
5. Apa
peranannya (platyhelminthes) bagi manusia?
C.
TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui ciri-ciri hewan yang termasuk kedalam phyllum
platyhelminthes, jenis hewan apa saja yang masuk kedalam phyllum
platyhelminthes dan peran platyhelminthes bagi kehidupan organisme lain dan
pada kehidupan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Platyhelminthes
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani yaitu “platy” yang berarti
pipih dan “helminthes” yang berarti cacing. Sesuai dengan namanya, anggota
kelompok cacing ini memiliki tubuh pipih dorsoventral. Platyhelminthes juga
dapat dikelompokkan sebaai hewan triploblastik karena memiliki tiga lapisan
jaringan, yaitu ektodermis (lapisan luar), mesodermis (lapisan tengah) dan
endodermis (lapisan dalam).
Platyhelminthes adalah cacing pipih yang pencernaanya berupa rongga
gastrovaskuler, eksresi dengan sel api, sistem saraf tangga tali dan
bereproduksi secara generatif dan vegetatif.
2.
Ciri
– ciri umum platyhelminthes
Platyhelminthes ada yang bersifat parasit dan ada yang hidup bebas di
perairan. Cacing ini tidak memiliki sistem peredaran darah dan bernafas dengan
seluruh permukaan tubuh. Platyhelminthes mempunyai bentuk tubuh pipih, tidak
mempunyai rongga tubuh (selom) dan alat pencernaanya tidak sempurna.
a)
Morfologi (Struktur tubuh) platyhelminthes
Tubuh memanjang pipih dorsoventral
tanpa segmentasi atau ruas-ruas. Bagian tubuh dapat dibagi menjadi bagian
anterior (bagian depan, kepala), posterior (bagian belakang, ekor), dorsal
(daerah punggung), ventral (daerah yang berlawanan dengan dorsal) dan lateral samping
tubuh). Tubuhnya bersimetri bilateral dan tersusun atas tiga lapisan, yaitu sebagai
berikut :
1) Ektoderma
(lapisan luar)
Dalam perkembangan selanjutnya, ektoderma akan membentuk epidermis dan
kutikula. Epidermis lunak dan bersilia serta berfungsi untuk membantu alat
gerak. Seringkali epidermis tertutup kutikula dan sebagian lagi dilengkapi
dengan alat yang dapat dipakai untuk melekatkan diri pada inang. Ada pula yang
berupa alat kait dari kitin.
2) Mesoderma
(lapisan tengah)
Dalam perkembangan selanjutnya,
mesoderm akan membentuk alat reproduksi, jaringan otot dan jaringan ikat.
3) Endoderma
(lapisan dalam)
Dalam perkembangan selanjutnya, endoderma akan membentuk gastrodermis
/gastrovaskuler sebagai saluran pencernaan makanan.
b)
Fisiologi
(Sistem organ) platyhelminthes
Sistem organ
dalam tubuh platyhelminthes.
Sistem organ
|
Keterangan
|
Sistem
pencernaan
|
Saluran
pencernaan pada hewan ini tidak sempurna, yaitu berupa gastrovaskuler yang
terletak di tengah tubuh dan berperan sebagai usus. Akan tetapi, ada juga
platyhelminthes yang tidak memiliki saluran pencernaan.
|
Sistem
ekskresi
|
Sistem ekskresinya
bersifat sederhana dan terutama berfungsi untuk memelihara keseimbangan
osomosis antara hewan dengan lingkungannya. Sistem ini tersusun dari sel-sel
bersilia, yaitu sel api atau sel-sel bulu getar (solenosit).
|
Sistem saraf
|
Sistem saraf
terdiri dari dua ganglia otak yang dilengkapi dengan saraf-saraf tepi
sehingga membentuk sistem saraf tangga tali
|
Sistem
reproduksi
|
Pada umumnya
hewan ini bersifat hermafrodit. Artinya, pada satu tubuh terdapat alat
kelamin jantan dan betina, namun jarang terjadi pembuahan sendiri. Reproduksi
terjadi secara generatif dan vegetatif. Reproduksi secara generatif dengan
perkawinan silang dan berlangsung secara fertilisasi internal. Reproduksi
vegetatif dengan cara regenerasi, yaitu individu baru berasal dari bagian
tubuh induknya.
|
3.
Habitat
atau cara hidup platyhelminthes
Platyhelminthes
ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas memakan
hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya seperti sisa organisme.
Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan atau cairan tubuh inangnya. Habitat
Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat
yang lembap. Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya
(endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
4.
Cara berkembang biak atau daur hidup platyhelminthes
Anggota phyllum ini umumnya berkembang biak secara
aseksual dan seksual. Umumnya, cacing ini monoecious
organ kelamin testis dan ovariumnya membentuk ovoteste atau lebih dikenal
dengan hermafrodit, tetapi tidak dapat melekukan pembuahan sendiri karena masa
pematangan sel sperma dan sel telur berbeda.
Perkembangan cacing ini ada dua macam yaitu
perkembangan ssecara langsung (telur menetas menjadi cacing kecil tetapi
menyerupai cacing dewasa) dan tidak langsung (melalui bentuk larva yang
bersilia).
Aseksualnya dengan fragmentasi yaitu dengan
memutuskan bagian tubuhnya dan membentuk individu baru.
5.
Klasifikasi
platyhelminthes
Platyhelmithes dibagi kedalam tiga kelas yaitu turbellaria (berambut
getar) contohnya Planaria sp,
trematoda (cacing hisap) contohnya Fasciola
hepatica, cestoda (cacing pita) contohnya Taenia saginata.
a.
Kelas
turbellaria (berambut getar)
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki tubuh bentuk tongkat. Hewan ini
biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut atau tempat lembap dan jarang
sebagai parasit. Tubuh memiliki dua mata dan tanpa alat hisap. Hewan ini
memiliki kemampuan untuk beregenerasi dengan cara memotong tubuhnya.
Hewan yang termasuk kedalam kelas ini memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
Ø
Anggota turbellaria merupakan kelompok cacing
pipih yang memiliki silia (bulu getar).
Ø
Palanaria biasanya hidup di air tawar yang
jernih, melekat pada bebatuan dan daun.
Ø
Panjang tubuh Planaria dapat mencapai 2-3 cm.
Ø
Tubuhnya ditutupi oleh lapisan epidermis yang
mengandung kelenjar-kelenjar unisel yang terbuka.
Ø
Pada epidermis bagian permukaan ventral terdapat
bulu getar (silia) yang bangun untuk pergerakan.
Ø
Bagian kepala Planaria tampak berbentuk
segitiga.
Ø
Pada bagian kepala terdapat dua bintik mata yang
beerfungsi untuk membedakan intensitas cahaya. Kedua mata tersebut belum dapat
dikatakan sebagai alat penglihatan.
Ø
Sistem pencernaan Planaria terdiri atas mulut,
kerongkongan dan usus.
Ø
Alat ekskresi jenis cacing ini berupa sel api.
Ø
Susunan sarafnya merupakan sistem tangga tali.
Ø
Planaria bereproduksi dengan cara generatif dan
vegetatif.
Ø
Planaria bersifat hermafrodit dan dikenal
memiliki daya regenerasi yang tinggi.
Salah satu contoh turbellaria adalah Planaria sp.
Regnum : Animalia
Phyllum : Platyhelminthes
Classis : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Familia : Paludicola
Genus : Euplanaria
Spesies : Euplanaria sp
1) Habitat
Cacing ini bersifat karnivor dan
dapat kita temukan di perairan, genangan air, kolam atau sungai. Biasanya cacing
ini menempel di batuan atau di daun yang yang tergenang air. Jika kita ingin
mengambil Planaria, caranya dengan
memberikan sekerat daging segar ke perairan yang kita duga terdapat cacing ini.
Maka Planaria akan menempel pada daging tersebut.
2) Morfologi
Planaria sp
Ø
Tubuhnya pipih, memanjang dan lunak
Ø
Berukuran kira-kira 2-3 cm
Ø
Bagian kepala (anterior) berbentuk segitiga
tumpul dan meruncing ke arah belakang
Ø
Terdapat bintik mata dibagian kepala
Ø
Berpigmen yang gelap
3) Daur
hidup atau sistem reproduksi Planaria
Sistem reproduksi merupakan proses
pembentukan individu baru. Sistem reproduksi Planaria terjadi secara seksual
dan aseksual. Cacing Planaria yang sudah mencapai dewasa, mempunyai sistem
reproduksi jantan dan betina jadi bersifat hermafrodit. Testis dan ovarium
Planaria berkembang dari sel-sel formatif dan parenkim. Reproduksi tergantung
pada panjangnya hari dan temperatur.
Reproduksi seksual terjadi pada
siang pendek dan udara dingin. Reproduksi seksual terjadi melalui perkawinan
silang. Pada perkawinan silang, dua Planaria melekatkan diri pada bagian
ventral sehingga lubang kelamin (porus genitalis) berhadapan dan bersinggungan,
terjadilah fertilisasi internal. Hal ini dapat terjadi jika sel kelamin sudah
masak (Planaria bersifat hermafrodit). Akan tetapi, sperma tidak dapat membuahi
sel telur dari tubuhnya sendiri, karena masa pemasakan sperma dan sel telur
berbeda.
Reproduksi aseksual terjadi pada
siang panjang dan udara hangat. Reproduksi aseksual dengan regenerasi yaitu
diawali dengan badan yang bertambah panjang dan bagian tubuh dekat faring
sedikit menyempit dan akhirnya terputus. Bagian yang terputus akan melengkapi
diri, masing-masing akan menjadi tubuh yang baru dan lengkap. Kemampuan untuk
melengkapi bagian tubuh yang hilang atau rusak disebut regenerasi.
4) Fisiologi
atau sistem organ dalam tubuh Planaria sp
a. Saluran
pencernaan
Saluran pencernaanya terdiri dari
mulut, faring dan usus. Hewan ini tidak mempunyai anus. Saluran pencernaan
makanan berawal dari mulut yang terdapat dibagian ventral, kurang lebih
dibagian tengah tubuh. Faring dapat dijulurkan dan berhubungan dengan usus
(rongga gastrovaskuler). Beberapa Planaria mempunyai usus yang bercabang tiga.
Satu cabang ke arah anterior dan dua cabang ke arah psterior. Tiap-tiap cabang
usus tersebut bercabang lagi ke seluruh tubuh. Ketiga cabang usus tersebut
bergabung lagi di faring. Makanan masuk melalui mulut dan hasil pencernaan di
edarkan ke seluruh tubuh melalui cabang-cabang usus, sedangkan sisa makanan
yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut.
b. Sistem
ekskresi
Hewan ini mengekskresikan
sisa-sisa metabolisme berupa nitrogen melalui permukaan tubuhnya. Sistem
osmoregulasi berupa protonefridia yang terdiri dari sel-sel api yang tersebar
di tepi tubuh. Sel-sel api ini berupa pipa berongga yang dilengkapi seberkas
silia. Jika silia bergetar, maka cairan dalam tubuh terdorong masuk kedalam
saluran yang berhubungan dengan pori-pori permukaan tubuh.
c. Sistem
saraf
Sistem saraf terdiri dari dua
ganglia yang terdapat dibagian kepala. Dari masing-masing ganglia ini terdapat
seberkas saraf yang memanjang ke arah posterior pada bagian tepi/ lateral
tubuh. Setiap berkas saraf bercabang-cabang secara horizontal menghubungkan
kedua berkas saraf lateral hingga membentuk sistem saraf tangga tali. Ganglia
ini dapat dianggap sebagai otak hewan tersebut. saraf lateral bercabang-cabang
ke arah luar dari tali saraf ke otot-otot tubuh. Cabang-cabang saraf ini
sebagai saraf tepi. Kedua tali saraf tersebut bertemu di ujung depan dan ujung
belakang. Pada bagian ujung anterior tubuh terdapat alat yang peka terhadap
rangsang cahaya, yakni sepasang bintik mata.
5) Dampak
atau peran Planaria sp.bagi kehidupan
Peranan Planaria sp. terhadap
kehidupan manusia belum diketahui secara pasti namun, sacara umum dapat
diperkirakan bahwa Planaria sp. dapat
dijadikan sebagai bioindikator. Yakni sebagai alat ukur untuk mengetahui apakah
air pada suatu tempat sudah tercemar atau tidak dan sebagai makanan bagi
organisme lain. Hal ini dikarenakan Planaria sp hanya dapat hidup pada tempat
yang masih bersih dan belum tercemar oleh bahan-bahan kimia.
b.
Kelas
trematoda (cacing isap)
Semua anggota cacing ini bersifat
parasit pada manusia atau hewan. Beberapa jenis cacing ini merugikan dibidang
peternakan karena hewan ternak yang mengandung cacing ini menjadi tidak layak
untuk dikonsumsi manusia.
Ciri-ciri hewan dari kelas ini
yaitu :
Ø
Permukaan tubuhnya tidak bersilia, tetapi
diliputi kutikula.
Ø
Cacing ini memiliki alat isap satu atau lebih
yang terdapat disekitar mulut atau dibagian ventral tubuhnya. Alat isap ini
dilengkapi dengan gigi kitin.
Ø
Saluran pencernaanya bercabang dua, sedangkan
sistem ekskresi dan sistem sarafnya serupa dengan Turbellaria.
Ø
Sistem reproduksi ada yang hermafrodit. Umumnya
memiliki siklus hidup yang rumit dengan pergantian fase seksual dan aseksual,
misalnya pada Schistosomatidae.
Salah satu contoh trematoda
yang terkenal adalah Fasciola hepatica (cacing hati).
Regnum : Animalia
Phyllum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Familia : Fasciolidae
Genus : Fasciola
Spesies : Fasciola hepatica
1) Habitat
Faciola hepatica
Fasciola hepatica atau cacing hati biasanya terdapat di dalam
kantong empedu hati ternak dan menyerap makanan (nutrien) dari inangnya.
2) Morfologi
Fasciola hepatica
a. Panjang
tubuhnya antara 2-5 cm dengan lebar sekitar 1 cm. Bentuknya seperti daun.
b. Saluran
pencernaannya terdiri atas mulut dibagian anterior yang dilengkappi dengan alat
isap bergigi kitin untuk melekatkan diri.
3) Daur
hidup atau cara perkembangbiakkan
Fasciola hepatica bersifat hermafrodit. Setiap individu dapat
menghasilkan 500.000 butir telur. Hati seekor domba dapat mengandung 200 ekor
cacing atau lebih.
Daur hidup cacaing ini adalah
sebagai berikut :
Ketika melalui saluran empedu domba, telur masuk kedalam usus, hingga
akhirnya bersama feses domba, telur dapat keluar ke alam bebas. Pada tempat
yang sesuai, telur yang fertil (telah di buahi) akan menetas menjadi larva
bersilia yang disebut mirasidium. Di
alam, mirasidium hanya dapat bertahan hidup sekitar 8 jam. Namun, jika
mirasidium masuk ke tubuh lymnea
(siput) maka dalam waktu kurang lebih dua minggu larva ini berubah bentuk
menjadi oval dan disebut sporosista.
Sporosista tidak bersilia, kemudian tumbuh dan akhirnya pecah menghasilkan
larva kedua yang disebut redia. Redia
masuk ke jaringan siput. Di dalam tubuh siput, redia akan tumbuh dan berkembang
menghasilkan larva ketiga yang disebut serkaria.
Serkaria memiliki bentuk seperti berudu dan dapat berenang bebas. Kemudian,
serkaria meninggalkan tubuh siput dan membentuk sista. Serkaria akan menjedi metaserkaria jika menempel di rumput
atau tumbuhan air.
Bila metaserkaria ini termakan oleh hewan (misalnya domba) maka dalam
saluran pencernaan, metaserkaria akan pecah dan menempel di duodenum.
Metaserkaria akan menembus dinding usus dan bersama aliran darah sampai ke hati
domba. Di dalam hati domba, larva ini tumbuh menjadi cacing dewasa. Siklus pun
berulang lagi.
Selain cacing hati yang hidup dalam hati domba seperti yang diuraikan
diatas, adapun anggota trematoda yang menjadi parasit pada manusia. Misalnya Clonorchis sinensis dan Oposthorchis sinensis. Daur hidup cacing
ini melalui inang perantara ikan air tawar dan keong. Apabila ikan atau keong
yang mengandung cacing ini dimasak tidak sempurna dan dimakan orang, maka orang
itu dapat terinfeksi cacing ini.
Dari daur hidup cacing tersebut, kita dapat mengenal inang (hospes)
tetap dan inang perantara. Inang tetap merupakan tempat hidup cacing dewasa,
sedangkan inang perantara adalah tempat hidup larva cacing.
4) Manfaat
atau dampak bagi kehidupan
Dampak Fasciola hepatica bagi kehidupan sangat merugikan karena bersifat
parasit pada inangnya. Dapat menyebabkan terjadinya radang di daerah gigitan,
menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus sehingga sehinga menyebabkan
hambatan makanan yang lewat. Sebagai akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan
absces pada dinding usus.
Fascioliasis, disebabkan oleh Fasciola
hepatica. Merupakan penyakit parasit yang menyerang semua jenis ternak.
Hewan yang terserang ditandai dengan nafsu makan turun, kurus, selaput lendir
mata pucat dan diare.
c.
Kelas
Cestoda (cacing pita)
Cacing yang termasuk ke dalam kelompok
cestoda berbentuk pipih seperti pita, tidak mempunyai saluran pencernaan, dan
bersifat endoparasit dalam saluran pencernaan vertebrata. Ciri-ciri umum
cestoda adalah sebagai berikut :
contoh cacing pita yang terkenal
adalah Taenia solium dan Taenia saginata.
Regnum : Animalia
Phyllum : Platyhelinthes
Classis : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Familia : Taeneidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia solium dan Taenia
saginata
1) Habitat
Karena cacing ini bersifat parasit
dalam saluran pencernaan vertebrata sehingga habitatnya yaitu pada usus
inangya.
2) Morfologi
atau struktur tubuh
a. Tubuhnya
pipih dan terdiri dari rangkaian segmen yang masing-masing disebut proglotid. Proglotid-proglotid tersebut
tersusun semakin membesar ke belakang.
b. Bagian
skoleks atau kepala dilengkapi alat
pengisap berkait yang digunakan untuk menempel pada tubuh inang. Alat kait ini
tersusun dari bahan kitin yang disebut rostelum.
c. Panjang
tubuhnya bisa lebih dari 3 m.
d. Cacing
ini tidak memiliki mulut dan salura pencernaan, karena makanan diserap langsung
berupa sari makanan oleh permukaan tubuh.
3) Segmentasi
Segmentasi cacing pita yang
terdiri dari proglotid-proglotid ini merupakan koloni dari individu-individu
yang dihasilkan melalui cara strobilasi (pembentukan kuncup). Proglotid dewasa
yang mengandung alat reproduksi dapat terlepas bersama kotoran inangnya.
Kemudian, proglotid tumbuh menjadi individu dewasa. Cestoda bersifat
hermafrodit.
4) Daur
hidup atau cara perkembangbiakkan
Dalam tubuh manusia, proglotid cacing pita dewasa mengandung embrio
melepaskan diri dari rangkaian proglotid serta keluar dari usus inang bersama
feses. Jika proglotid dewasa ini tertelan oleh babi, maka dalam usus babi,
selubung telur dalam proglotid larut hingga keluar larva yang disebut heksakan. Disebut heksakan atau onkosfer
karena memiliki enam kait kitin.
Dengan menembus dinding usus babi,
heksakan ikut aliran darah dan singgah di otot atau jaringan tubuh babi. Larva
ini kemudian tumbuh menjadi sistiserkus.
Apabia manusia memakan daging babi
yang mengandung sistiserkus dan dimasak tidak sempurna,maka sistserkus akan
tumbuh dan berkembang menjadi cacing pita dewasa dalam usus manusia. Kemudian,
daur hidup cacing ini terulang kembali.
Utuk Taenia saginata, memiliki inang tetap manusia dan inang perantaranya
adalah sapi. Perbedaan antara cacing pita pada babi dan sapi adalah cacing pita
pada sapi tidak memiliki kait-kait dari kitin, sedangkan cacing pita pada babi
memiliki kait.
5) Fisiologi
Sistem saraf berupa tangga tali
namun lebih sederhana dari pada trematoda, sistem ekskresi menggunakan sel api
dan tidak memiliki sistem pencernaan.
6) dampak
bagi kehidupan manusia
merugikan karena bersifat parasit.
Taeniasi, merupakan penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp. Cacing ini menghisap sari-sari makanan di usus manusia.
6.
Perbandingan
antarkelas Platyhelminthes
Ciri-ciri
|
Turbellaria
|
Trematoda
|
Cestoda
|
Contoh
|
Planaria sp.
|
Fasciola hepatica
|
Taenia solium
|
Habitat larva
Dewasa
|
Bebas di air
tawar
Bebas di air
tawar
|
Dalam siput genus
Lymnea
Kantong empedu
biri-biri dan manusia
|
Pada daging babi
Manusia
|
Bentuk tubuh
|
Pipih, pendek
|
Pipih, pendek
|
Pipih, panjang
|
Simetri tubuh
|
bilateral
|
bilateral
|
Bilateral
|
Permukaan tubuh
|
Tertutup epidermis dan silia
|
Tidak ada epidermis dan silia
|
Tertutup kutikula, tidak ada epidermis dan
silia
|
Alat isap
|
Tidak ada
|
Ada dua (dimulut
dan di kepala)
|
Ada empat skoleks
|
segmentasi
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Ada
|
Sistem pencernaan
|
Mulut, probosis,
usus bercabang tiga
|
Mulut, kerongkongan pendek, usus
bercabang dua
|
Tidak ada
|
Sistem ekskresi
|
Sel api
|
Sel api
|
Sel api
|
Respirasi
|
osmosis
|
osmosis
|
Osmosis
|
Sistem saraf dan indra
|
Tangga tali, dua bintik mata dan
aurikel
|
Tangga tali
|
Tangga tali
|
Reproduksi
|
Seksual dan regenerasi
|
seksual
|
Fragmentasi
|
7.
Manfaat
atau dampak Platyhelminthes bagi kehidupan manusia
Karena kebanyakan platyhelminthes hidup sebagai
parasit, pada umunya phyllum ini akan merugikan manusia. selain manusia, ada
pula cacing pita inang domba, babi dan sapi. dulu amat banyak orang-orang cina,
jepang dan korea yang menderita karena penyakit parasit (clonorchis), disamping
belum berkembang ilmu kesehatan, mereka juga suka makan daging mentah atau
setengah matang.
Usaha-usaha untuk mencegah infeksi cacing pita pada manusia dan pada inag
lain biasanya dengan memutuskan daur cacing pita, baik dengan cara mencegah
jangan sampai inang perantara terkena infeksi maupun dengan jalan mencegah
jangan sampai inag sendiri terkjena infeksi, selain itu juga pembuangan tinja
manusia perlu diatur menurut syarat-syarat kesehatan sehingga tidak
memungkinkan heksakan yang keluar bersama tinja-tinja itu sampai tertelan babi,
sementara itu semua daging babi, sapid an ikan yang mungkin mengandung
sisteserkus harus dimask sebaik-baiknya oleh manusia.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Platyhelminthes
berasal dari bahasa yunani yakni “platy” yang artinya pipih dan “helminthes”
yang artinya cacing. Jadi platyhelminthes yaitu cacing yang bertubuh pipih.
Platyhelminhes terbagi menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria(cacing berbulu getar),
Trematoda (cacing isap), dan Cestoda (cacing pita).
Platyhelminthes
(planaria) dapat hidup bebas di air tawar, laut dan tempat-tempat yang lembeb
sedangkan yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput
air, sapi, babi dan manusia. Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh
(selom) sehingga di sebut hewan aselomata. Tubuh pipih dorsoventral, tidak
berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior
dan posterior.
Sistem
respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuh, alat pencernaan tidak
lengkap, alat ekskresi berupa sel api, sistem saraf dengan ganglion anterior
sebagai pusat sistem saraf, reproduksi umumnya secara generatif.
Peranan
Platyhelminthes dalam kehidupan yaitu Planaria menjadi salah satu makanan bagi
organisme lain sedangkan cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
http://haryati-1992.blogspot.co.id/2011/12/siklus-hidup-platyhelminthes.html
D.A.Pratiwi,
dkk. 2007. Biologi Kelas X. Jakarta :
Erlangga.
Komentar
Posting Komentar